Bunuh diri

BUNUH DIRI
DALAM SEGI PANDANG AGAMA BUDDHA
Oleh; Dhana Putra

Kematian merupakan akhir dari sepenggal perjalanan kita di alam manusia. Kehidupan baru di alam baru, dengan kondisi yang serba baru sesuai dengan karma masing-masing akan di mulai. Ada yang mengatakan bahwa kematian hanyalah merupakan suatu proses kehidupan yang telah terjadi berulang kali dan akan terus terjadi hingga tercapai tujuan yang terakhir. Dengan demikian maka kematian itu pasti akan datang dan entah kapan kematian itu datang tergantung karma atau perbuatan kita yang menentukannya.

Sedangkan di sisi lain, kehidupan yang kita jalani di alam manusia ini tidak bisa di tentukan. Apakah esuk akan sehat, sakit, mengalami musibah, mendapat keuntungan, menjadi orang terkenal, di cela oleh masyarakat dan sebagainya. Tidak ada yang dapat diketahui dengan pasti. Secara umum dikatakan bahwa hidup ini di penuhi dengan duka atau dipenuhi dengan penderitaan.

Tidak ada orang yang bebas dari penyakit. Menurut ilmu kedokteran, orang yang kelihatan waras pun dapat di golongkan menderita penyakit jiwa. Tidak ada orang yang bebas dari kesedihan, duka, musibah dan sejenisnya. Semua orang pasti pernah merasakan. Kalau semua orang menyadari kondisi yang di alami, tentu dia tidak akan kecewa dalam kehidupan ini. Tetapi bila kita tidak menyadari kondisi yang ada, banyak orang yang merasakan bahwa kematian merupakan cara yang terbaik untuk mengatasi semua masalah kehidupan ini. Kalau meninggal dunia, tentu tidak ada yang mengejar-ngejar dan menagih hutang, tidak ada yang mengecewakan saya, tidak ada orang yang menggoda saya dan masih banyak alasan-alasan yang lainnya.

Bagi orang yang putus asa dengan kondisi kehidupan seperti ini, bunuh diri merupakan cara yang dirasakan paling tepat. Toh, kematian akan datang pada saya dan kematian juga akan datang hanya sekali dalam kehidupan ini. Kalau saya mati sekarang, esok tentu tidak akan menderita lagi. Kalau saya mati tahun depan, banyak penderitaan yang masih akan saya alami, apalagi kalau dua puluh tahun atau tiga puluh tahun kemudian baru mati. Jadi, sebaiknya dan yang paling baik adalah saya mati sekarang juga.
Apakah benar bunuh diri merupakan jalan terbaik untuk mengatasi semua masalah dalam kehidupan ini? Apakah dengan bunuh diri kita sudah pasti masuk surga? Siapa yang memberikan jaminan untuk masuk surga tersebut? Inilah serangkaian pertanyaan yang perlu di cari jawabannya. Dan untuk menjawabnya, marilah kita memeriksanya lewat proses kematian dan kelahiran kembali.

Menjelang kematian menurut ajaran agama Buddha, serangkaian proses akan terjadi dalam pikiran setiap orang. Salah satu dari tiga tanda menjelang kematian akan muncul, tiga tanda tersebut adalah gati nimitta, kamma nimitta dan asana kamma.

Gati nimitta adalah bayangan tempat kelahiran yang akan di alami setelah meninggal dunia ini. Ada orang-orang tertentu yang menjelang ajalnya mengaku melihat kereta yang indah, taman yang indah atau melihat sanak saudaranya yang sudah meninggal datang menjemputnya. Ini merupakan contoh yang paling sering terdengar hingga saat ini. Ia melihat pemandangan yang indah dan bila meninggal pada saat itu, dapat diperkirakan dia akan terlahir di alam bahagia.

Kamma nimitta adalah bayangan perbuatan yang pernah dilakukan dalam kehidupan ini. Di zaman Sang Buddha, Cunda meninggal dengan penuh kesakitan. Selama hidupnya, ia di kenal sebagai tukang jagal babi dengan cara menyiksa babi-babi yang akan dijagalnya. Ketika meninggal, dia melihat bayangan perbuatannya sendiri yang selalu mengejar-ngejarnya. Oleh karena itu, dia meninggal dengan penuh penderitaan dan terlahir di alam yang sangat menderita.

Bayangan perbuatan tersebut muncul karena adanya simpanan pada diri setiap orang, tersimpan di dalam ingatan (sanna). Bayangan tersebut bagaikan filem yang di putar ulang. Baik atau buruk, salah satu yang lebih kuat, akan muncul secara terus menerus dan menentukan tempat kelahiran.

Asanna kamma adalah perbuatan terakhir yang di lakukan lewat pikiran. Pada umumnya mereka tidak dapat lagi melakukan perbuatan melalui ucapan dan perbuatan badan jasmani. Semuanya hanya dapat dilakukan lewat pikiran saja. Bila ada pikiran baik muncul dan pada saat itu juga dia meninggal, maka dia akan terlahir di alam yang baik, demikian pula sebaliknya.

Salah satu dari ketiga hal tersebut pasti akan terjadi menjelang kematian. Setelah terjadi, akan di susul dengan cuti citta atau kematian dan berlanjut pada perpindahan kesadaran penghubung (patisadhi vinanna). Kelahiran telah terjadi di alam yang baru, sesuai dengan proses kelahiran di alam tersebut. Di alam bahagia atau alam menderita (kecuali binatang) dia terlahir secara sepontan. Di alam manusia, dia terlahir melalui kandungan dan di alam binatang, dia terlahir sesuai dengan proses perkembangan binatang tersebut.

Kondisi yang terjadi pada tiga hal yang menentukan kelahiran ini sangat menentukan alam yang baru. Bila melihat pemandangan yang indah atau ingat dengan perbuatan baik atau perbuatan baik lewat pikiran, maka seseorang akan terlahir di alam yang baik dan demikianlah juga sebaliknya. Dan proses ini berlangsung sangat cepat, tepat menjelang kematian. Oleh karena itu, secara umum diambil kesimpulan bahwa orang yang meninggal dengan tenang akan terlahir di alam bahagia, sedangkan yang mati penuh dengan rintihan akan terlahir di alam yang buruk.

Dari kesimpulan yang di ambil, marilah memberikan penilaian terhadap kasus bunuh diri. Apapun cara yang dipergunakan untuk bunuh diri, tidak ada orang yang merasa gembira menjelang ajalnya. Gantung diri, minum racun serangga, dengan senjata atau dengan cara apapun, maka pelakunya akan menderita kesakitan menjelang kematian. Oleh karena itu, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa proses ini akan mengantarkan manusia ke alam yang buruk.

Hal ini belum di tambah dengan kejadian yang melandasi perbuatan bunuh diri. Mereka yang patah hati dan kecewa dalam hidup ini, maka perbuatannya dilandasi dengan perasaan dendam, kesal, benci dan sejenisnya. Orang yang menghindari dari hutang, tentunya dilandasi dengan perasaan yang kecewa dan niat yang tidak baik pula. Dan mereka semuanya, menderita dalam proses mengakhiri hidupnya.

Ilmu pengetahuan moderen seakan-akan telah membuat orang yang ingin bunuh diri meninggal dengan tenang, misalnya dengan obat-obatan. Namun sebagai mana tenangnya, kematian yang dipaksakan itu, ada rasa siksaan yang tak tampak yang tepat akan terjadi dalam fisik dan batin, yang disebabkan oleh proses organ-organ tubuh yang di hentikan secara paksa dan mendadak. Oleh karena itu, hal ini juga bukan merupakan cara yang baik untuk mengakhiri hidup yang berharga ini hanya karena kecewa dengan apa yang dialami dan apa yang terjadi pada diri kita.

Untuk apa bunuh diri? Sesungguhnya, betapa banyak hal yang dapat dipergunakan sebagai bahan renungan dalam kehidupan ini. Kehidupan ini memang tidak mudah dan Sang Guru Agung Buddha Gotama pun pernah mengatakan bahwa hidup sebagai manusia merupakan hal yang sangat sulit;
Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan ajaran kebenaran, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha, (dhammapada 182).

Kelahiran sebagai manusia bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, sebaiknya kehidupan sebagai manusia ini dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan melakukan kebajikan, semasih ada waktu. Sang Buddha juga mengakui bahwa kehidupan manusia sangat sulit. Menemukan ajaran kebenaran juga sangat sulit dan demikianlah memang kehidupan manusia ini.

Kalau pada saat ini, kita telah menjadi manusia dan telah menemukan ajaran yang benar, mengapa harus disia-siakan dengan mengakhiri hidup ini pada saat yang keliru. Kematian pada saat yang salah, bukanlah suatu perbuatan yang baik karena kesempatan berbuat baik dalam kehidupan ini telah kita putuskan di tengah jalan. Kita tidak perlu mengakhiri hidup ini dengan cara yang singkat. Kita menunggu kematian tiba. Dan selama masa penantian ini, kita harus mengerjakan apa yang harus dikerjakan; terutama melakukan perbuatan baik.
Jelaslah bahwa bunuh diri bukan jalan yang terbaik untuk menghindari segala problem dalam kehidupan ini. Bunuh diri tidak akan mengantarkan kita ke alam bahagia di masa mendatang. Marilah kita menunggu mati sesuai dengan kamma kita masing-masing dan selama dalam penantian ini, sebanyak mungkin kita berbuat baik demi kehidupan yang lebih baik demi kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.






HARAPAN DI TAHUN BARU
Oleh; Shandy

Penyambut tahun baru menjadi suatu tradisi yang berlangsung setahun sekali. Jauh sebelum tahun baru tiba, berbagai rencana sudah dibuat. Tahun baru hanyalah isyarat perjalanan waktu. Masyarakat dunia telah sepakat dengan tibanya tahun baru setiap tiga ratus enam puluh lima hari sekali. Dengan tibanya tahun baru, berarti kembali kita telah melewati satu masa yang panjangnya satu tahun dalam perjalanan hidup di bumi ini, tepatnya di alam manusia ini. Kurun waktu itu terasa sangat singkat bagi sebagian orang, terutama mereka yang menikmati hidup dengan penuh arti. Sebaliknya, terasa sangat panjang bagi mereka yang hidup penuh dengan penderitaan.
Bagaimanapun hitam putih dan pahit manisnya kehidupan yang telah kita alami selama setahun, itu semua sebagai pengalaman hidup yang sangat berkesan bagi kita. Sebelum melangkah di tahun yang baru, ada baiknya merenungkan kembali perjalanan hidup yang sudah berlalu. Apa yang sudah di lakukan dan apa yang belum di lakukan, mengapa belum dilakukan, apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang dan hal sejumlah hal lainnya yang patut untuk direnungkan kembali.
Roda kehidupan selalu berputar, terseret tertatih-tatih, mengejar kita bersama jalannya sang waktu. Bertambahnya waktu, hari, minggu, bergantinya tahun dan seterusnya merupakan hal yang umum. Perjalanan ini mengantarkan kita pada usia tua dan tentu selangkah lebih dekat lagi kita menuju kematian. Banyak pengalaman tentang hidup dan kehidupan ini yang sudah kita nikmati.
Seperti biasanya kita selalu mengharapkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Hidup tahun depan harus lebih baik daripada tahun ini. Inilah harapan semua orang. Memang, hari esok selalu menjanjikan harapan. Sesungguhnya setiap saat kita berjuang untuk memperbaiki kehidupan ini ke arah yang lebih baik. “Sehari tidak kerja berarti sehari tanpa makan”, demikianlah ungkapan Pai-chang, seorang guru Zen. Kata-kata di atas bukan hanya berlaku dalam hal fisik saja, tetapi juga dalam mengolah batin. Kalau dalam sehari-hari kita tidak bekarja, tidak mengolah ladang atau mancari makan, maka tidak ada hasil yang bisa di nikmati. Rumusan ini mungkin sudah mulai kuno karena sekarang banyak orang yang bekerja di kantor, mendapat gaji setiap bulan. Demikian dengan pengolahan batin, tidak akan terjadi perkembangan batin yang lebih baik tanpa adanya usaha untuk mengolahnya dengan meditasi.
Selama kurun waktu satu tahun, harapan yang diinginkan dan kenyataan yang ada tidak pernah akan sama. Manakala kita menyadari adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, menjelang tahun baru kita berusaha untuk membaharui tekad, janji, harapan dan semangat yang menjadikan hidup ini seakan-akan baru lagi dan penuh arti.
Seperti inilah hidup; tujuh kali jatuh, delapan kali bangun. Syair ini diucapkan oleh umat di Jepang dengan menunjuk pada boneka Daruma yang selalu akan bangun, tegak kembali dan walau dirobahkan berulang kali. Hidup kita seharusnya tidak jauh berbeda dengan gambaran di atas. Kalau jatuh, bangun lagi.
Perjalanan ini penuh warna-earni. Ada yang terjatuh dalam perjalanan hidupnya. Ini merupakan hal yang biasa. Semua orang bisa terjatuh dalam perjalanan hidupnya. Tetapi mereka yang jatuh dan dapat bangkit lagi merupakan hal yang luar biasa. Sukar mencari orang yang bangkit kembali setelah terjatuh.
Baik atau buruk, kehidupan di masa depan adalah hasil karya sendiri. Semuanya tergantung pada perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan yang lalu dan dalam kehidupan sekarang ini. Kita sendiri yang menjadi sutradara atas kehidupan ini, bukan orang lain dan juga bukan makhluk agung yang mempunyai kedudukan dan kehidupan yang lebih tinggi dari manusia.
Menginginkan kehidupan yang lebih baik adalah harapan semua orang. Harapan ini pasti akan terwujud sesuai dengan perbuatan baik yang sudah kita lakukan. Semakin banyak perbuatan baik yang kita lakukan maka buah kebaikan yang akan dipetik akan semakin besar. Oleh karena itu, anjuran untu kelakukan perbuatan baik selalu diulang dan terus diulang sepanjang masa.
Pesta pora hingga sampai mabuk-mabukan yang selama ini dianggap sebagai acara yang wajar dalam setiap tahun baru atau peristiwa tertentu lainnya, memang tidak ada hukum yang melarangnya kecuali mengganggu ketertiban dan keamanan. Namun dari segi yang lain, apakah tidak ada cara lain yang lebih baik, yang bisa dilakukan dalam menyambut tahun baru?
Banyak perbuatan baik yang masih bisa dilakukan. Latihan meditasi, diskusi Dhamma, Pekan Penghayatan Dhamma (PPD) dan lain sebagainya merupakan jenis-jenis perbuatan baik yang dapat dilakukan di lingkungan vihara. Namun, kita juga bisa berbagi kebahagiaan kepada mereka yang hidupnya kekurangan di dalam masyarakat, berdana kepada yatim piatu atau mengulurkan tangan kepada mereka yang tertimpa musibah dan dengan semua itu kita dapat membantu agar dapat meringankan penderitaan mereka.























MURAH BIAYA ke
SURGA
MAHAL BIAYA ke
NERAKA

Lahir di alam surga merupakan harapan semua orang, tak peduli agama apa yang dianutnya. Keinginan untuk dilahirkan di alam bahagia merupakan keinginan dagi semua orang, tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada. Sang Buddha pun mengungkapkan hal ini dalam
Anggutara Nikaya, di samping tiga keinginan manusia lainnya.
Walaupun kita tidak pernah jalan-jalan ke surga atau keneraka dalam kehidupan ini, namun semua orang mengatakan bahwa surga sangat indah sedangkan neraka tidak menyenangka.
Neraka penuh dengan siksaan, api membara, penderitaan, ratap tangis dan berbagai jenis siksaan lainnya yang kesemuanya sangat menyakitkan bagi makhluk yang terlahir disana. Sedangkan surga penuh dengan kenikmatan, taman bunga,